VIRALNEWS.ID, Yogyakarta – Dalam rangka menyambut malam 1 Muharram 1447 Hijriyah dan awal tahun Dal dalam penanggalan Jawa, Keraton Yogyakarta akan menggelar prosesi Mubeng Beteng pada Kamis malam (26/6/2025).
Prosesi ini menjadi bagian dari tradisi rutin Abdi Dalem Keraton untuk memperingati malam 1 Sura.
Tahun Dal sendiri memiliki makna istimewa dalam sistem penanggalan Jawa. Menurut Abdi Dalem Kawedanan Hageng Punakawan Datu Dana Suyasa Keraton Yogyakarta, Bimo Unggul Yudo, atau KMT Yudawijaya, tahun Dal merupakan bagian dari siklus delapan tahunan atau satu windu.
"Jika memasuki 1 Sura tahun Dal, itu mesti bertepatan di Jumat Kliwon, karena itu sudah menjadi siklus. Kapan saja kalau tahun Dal, 1 Suranya pasti Jumat Kliwon," jelas Bimo.
Bimo menambahkan bahwa setiap hajad dalem yang berlangsung pada tahun Dal biasanya memiliki keistimewaan tersendiri.
Salah satunya adalah prosesi Garebeg Maulud yang biasanya ditandai dengan keluarnya beberapa gunungan atau pareden. Pada tahun Dal, terdapat penambahan satu gunungan khusus, yaitu Gunungan Bromo, yang mengeluarkan asap di puncaknya.
"Gunungan Bromo menjadi salah satu penanda visual yang bisa dilihat oleh masyarakat umum bahwa itu adalah tahun Dal," ujar Bimo.
Selain prosesi terbuka seperti Mubeng Beteng dan Garebeg Maulud, Keraton juga menyelenggarakan prosesi internal yang bersifat terbatas.
Salah satunya adalah prosesi Bethak, di mana Sri Sultan Hamengku Buwono X didampingi Permaisuri menanak nasi menggunakan periuk pusaka bernama Nyai Merico.
"Prosesi Bethak ini menjadi salah satu ciri khas yang hanya dilakukan pada tahun Dal," tambah Bimo.
Keistimewaan lainnya terdapat pada prosesi Labuhan, yaitu pengiriman uba rampe dari Keraton ke sejumlah petilasan. Pada tahun Dal, prosesi ini disebut Labuhan Ageng, berbeda dari tahun-tahun biasa yang disebut Labuhan Patuh atau Labuhan Alit.
Labuhan Ageng tidak hanya dilakukan di tiga lokasi utama—Gunung Merapi, Pantai Parangkusumo, dan Gunung Lawu, tetapi juga mencakup kunjungan ke Petilasan Dlepih di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
“Selain tahun Dal, Labuhan ke Dlepih juga dilakukan pada tahun Wawu, karena Ngarsa Dalem sekarang naik takhta pada tahun Wawu,” jelas Bimo.
Prosesi-prosesi khas ini menunjukkan kekayaan tradisi dan filosofi dalam budaya Keraton Yogyakarta, khususnya dalam menyambut siklus baru tahun Jawa yang sarat makna. (lil)