VIRALNEWSID, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Rachmat Kaimuddin, menyatakan harapannya agar penjualan mobil listrik di tahun ini semakin meningkat.
Hal ini didukung oleh dua insentif menggiurkan yang diberikan oleh pemerintah untuk kendaraan listrik.
Pemerintah menerapkan dua kebijakan yang diharapkan dapat mendorong penjualan mobil listrik. Pertama, insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk mobil dan bus listrik sebesar 10 persen.
Insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) diberikan sebesar 10 persen dari harga jual atas penyerahan mobil listrik tertentu yang memenuhi kriteria nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen.
Besaran insentif yang sama juga berlaku untuk bus listrik dengan TKDN 40 persen. Sementara, untuk bus listrik dengan TKDN antara 20 persen hingga 40 persen, insentif PPN DTP yang diberikan sebesar 5 persen dari harga jual.
Kebijakan kedua adalah program insentif bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) bagi mobil yang diimpor dalam bentuk komponen lengkap tetapi belum dirakit atau completely knocked down (CKD).
Insentif ini juga berlaku untuk mobil yang diimpor dalam bentuk utuh atau completely built up (CBU). Namun, periode pemberlakuan insentif ini hanya berlaku hingga tahun 2025.
“Syaratnya, mereka harus berjanji untuk membangun pabrik atau meningkatkan kapasitas produksi di Indonesia, serta jumlah produksi harus sama dengan jumlah yang mereka impor hingga tahun 2027. Sebagai contoh, jika mereka mengimpor 10 ribu unit mobil listrik sampai tahun 2025, mereka harus memproduksi jumlah yang sama hingga 2027,” ujar Rachmat, dikutip dari VIVA Otomotif, Jumat, 16 Agustus 2024.
Rachmat juga menambahkan, jika perusahaan tidak memenuhi komitmen tersebut, maka mereka harus mengembalikan insentif bea masuk dan PPnBM yang telah diterima. Untuk itu, pemerintah meminta adanya bank garansi sebagai jaminan.
Perusahaan yang sudah berkomitmen untuk berinvestasi diharapkan mulai aktif memproduksi mobil listrik di Indonesia paling lambat awal tahun 2026.
Dengan berakhirnya insentif impor pada 2026, tahun 2026–2027 menjadi periode penting bagi perusahaan untuk mengejar target produksi mobil yang diimpor pada periode 2024–2025.
Jika perusahaan mobil listrik gagal mencapai target produksi selama periode 2028–2029, maka mereka harus mengembalikan dana insentif pemerintah melalui bank garansi, sebesar selisih antara mobil yang diimpor dengan mobil yang diproduksi di dalam negeri.