VIRALNEWS.ID, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Putusan ini dibacakan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, pada Selasa (29/4/2025).
Terdapat dua perkara yang putusannya dibacakan hari ini, masing-masing diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar (Perkara Nomor 115/PUU-XXII/2024) dan Daniel Frits Maurits Tangkilisan (Perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024).
Gugatan Jovi: Pasal Penyebaran Informasi Bohong Dikoreksi
MK mengabulkan sebagian permohonan Jovi yang menggugat sejumlah pasal, termasuk Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE. Mahkamah menyatakan bahwa frasa "kerusuhan" dalam kedua pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai sebagai "kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan digital".
MK menekankan bahwa batasan ini penting untuk mencegah penegakan hukum yang terlalu luas. “Hal demikian dimaksudkan agar penerapan Pasal 28 ayat (3)... memenuhi prinsip lex scripta, lex certa, dan lex stricta,” jelas MK dalam pertimbangannya.
Gugatan Daniel: Pasal Pencemaran Nama Baik dan Ujaran Kebencian Diperjelas
Sementara itu, MK juga mengabulkan sebagian permohonan Daniel yang mempersoalkan ketidakjelasan pasal-pasal terkait pencemaran nama baik dan ujaran kebencian. Mahkamah menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat kecuali dimaknai tidak mencakup lembaga pemerintah, institusi, atau kelompok tertentu.
Selain itu, MK juga menyatakan frasa “suatu hal” harus dimaknai sebagai “suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang”. Untuk Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2), Mahkamah menegaskan bahwa pasal tersebut hanya berlaku untuk penyebaran informasi kebencian yang dilakukan secara sengaja di depan umum dan menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.
Penegasan MK: Jaga Kebebasan Berekspresi
Dalam pertimbangannya, MK menyampaikan kekhawatiran atas potensi kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi. “Norma tersebut berpotensi digunakan untuk menjerat kebebasan berekspresi yang tidak tendensius... termasuk kritik, satire, atau ekspresi netral,” tegas Mahkamah.
MK memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia dan menolak bagian permohonan lainnya yang tidak dikabulkan.
Putusan ini menjadi penanda penting dalam upaya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara di ruang digital.