VIRALNEWS.ID, Jakarta — Rencana merger antara dua raksasa teknologi Asia Tenggara, Grab asal Singapura dan GoTo asal Indonesia, tengah menjadi sorotan publik dan pejabat nasional.
Isu ini mencuat seiring adanya kekhawatiran akan dampak merger terhadap kepentingan nasional Indonesia.
Grab dan GoTo selama ini dikenal sebagai platform layanan transportasi daring dan pengiriman barang. Grab berbasis di Singapura, sementara GoTo merupakan hasil penggabungan dua perusahaan teknologi Indonesia, Gojek dan Tokopedia.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Immanuel Ebenezer, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi dampak negatif merger tersebut.
Menurutnya, jika GoTo benar-benar bergabung atau diakuisisi oleh Grab, maka akan ada potensi peningkatan aliran dana ke luar negeri tanpa regulasi dari pemerintah Indonesia.
"Kalau Gojek menyerah ke Grab, itu bukan Indonesia lagi, tapi Singapura. Nanti uangnya dibawa ke luar, ke sana, tanpa regulasi kita," tegas Immanuel dalam pernyataan resminya pada Rabu, 14 Mei 2025.
Senada dengan Immanuel, pengusaha sekaligus pengamat ekonomi Rhenald Kasali juga menyoroti pentingnya mempertahankan kedaulatan digital Indonesia.
Dalam tayangan di kanal YouTube miliknya pada Kamis, 15 Mei 2025, Rhenald menekankan bahwa GoTo merupakan bagian penting dari ekosistem digital nasional yang menyentuh kehidupan jutaan masyarakat.
"GoTo ini menyangkut kepentingan banyak orang di Indonesia, karena market-nya lebih dari 200 juta orang, bahkan ada yang menyebut 270 juta. Berarti hampir seluruh rakyat Indonesia," ujar Rhenald.
Ia menambahkan, ekosistem digital GoTo mencakup sekitar 3,1 juta pengemudi ojek online serta 20,1 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurutnya, merger ini bukan hanya soal bisnis, melainkan juga menyangkut lapangan kerja, perlindungan data, dan ketahanan ekonomi nasional.
"Menyangkut kepentingan kebanggaan nasional, soal kepentingan data, soal lapangan kerja, dan jaring pengaman ekonomi nasional," kata Rhenald.
Ia pun mempertanyakan apakah negara akan mengambil langkah konkret untuk melindungi sektor-sektor strategis tersebut. "Bukankah dalam setiap hal yang menyangkut keempat hal strategis itu, negara biasanya turun tangan?" tutupnya.