“Pameran ini juga diharapkan dapat semakin memperkenalkan Tuksedo Studio sebagai pabrik mobil klasik yang dikembangkan oleh sumber daya manusia lokal, namun sudah mendapatkan pengakuan global,” jelasnya.
Mobil klasik replika buatan Tuksedo Studio banyak diminati oleh masyarakat internasional.
Mereka mereproduksi kembali mobil-mobil klasik dari era 1950-an hingga 1960-an.
Sejak tahun 2021 hingga Juli 2024, studio ini telah memproduksi 20 unit mobil klasik yang sudah tidak ada lagi di pasaran internasional.
Proses produksi satu unit mobil klasik membutuhkan waktu 12 bulan, dengan sekitar 90 persen bahan bakunya menggunakan produk dalam negeri, kecuali mesinnya.
Tuksedo Studio didukung oleh sekitar 80 tenaga kerja yang juga merupakan seniman otomotif dari Bali.
Minat terhadap mobil klasik karya Tuksedo Studio tidak hanya datang dari Indonesia.
Tercatat ada sekitar 100 unit antrean dari pencinta mobil klasik di Timur Tengah, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa.
Namun produksi dan pengiriman untuk pemesan internasional masih terikat oleh aturan ekspor.
Oleh karena itu, Gusti berharap pemerintah dapat segera memberikan dukungan terkait regulasi ekspor ini.
“Untuk menjual ke luar negeri, kami tidak diperbolehkan menggunakan merek kendaraan yang direproduksi, melainkan harus menggunakan nama pabrik kami sendiri,” tutur Gusti.
Sanggar Tuksedo yang Didirikan oleh Puji Handoko, seorang arsitek asal Surabaya yang telah lama menetap di Desa Ketewel, Sukawati, Gianyar, Bali, berpotensi menjadi destinasi wisata baru di bidang otomotif yang diakui oleh Kemenparekraf.
Studio ini telah beberapa kali disurvei oleh pihak Kemenparekraf dan juga sering dikunjungi oleh pelajar sekolah hingga mahasiswa perguruan tinggi, tanpa biaya tambahan.
“Saat ini, untuk melakukan kunjungan ke studio, pemberitahuan dapat dilakukan melalui media sosial yang dikelola oleh pabrik replika mobil antik ini,” tambah Gusti. (lila)