Jakarta – Sebanyak 87 mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Harvard, Amerika Serikat, kini menghadapi ketidakpastian akibat kebijakan kontroversial yang dikeluarkan oleh Presiden AS saat itu, Donald Trump.
Pemerintahan Trump diketahui mencabut sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) milik Harvard, yang menjadi dasar legalitas mahasiswa asing belajar di AS.
Polemik ini mencuat setelah Kementerian Dalam Negeri AS mengumumkan pencabutan sertifikasi SEVP pada 22 Mei.
Sebagai respons, pihak Universitas Harvard menggugat kebijakan tersebut ke pengadilan federal Boston pada 23 Mei.
Gugatan ini akhirnya membuahkan hasil sementara, di mana hakim distrik AS, Allison Burroughs, memerintahkan pembatalan pencabutan SEVP dan menangguhkan kebijakan tersebut selama dua pekan.
Sidang lanjutan dijadwalkan pada 27 dan 29 Mei untuk menentukan langkah berikutnya.
Di tengah proses hukum yang sedang berlangsung, pemerintahan Trump menyatakan akan mengajukan banding.
Bahkan, dalam pernyataan terpisah, Wakil Kepala Staf Gedung Putih, Stephen Miller, melontarkan kritik tajam kepada hakim Burroughs dengan menyebutnya sebagai “hakim komunis.”
Harvard sendiri diketahui memiliki sekitar 6.800 mahasiswa asing, yang mencakup 27 persen dari total pendaftar tahun ini.
Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa sebanyak 87 mahasiswa Indonesia termasuk dalam kelompok yang terdampak langsung oleh kebijakan ini.
Juru bicara Kemlu, Roy Soemirat, menyebut pihaknya terus memantau situasi dan telah menjalin komunikasi intensif dengan seluruh mahasiswa Indonesia di Harvard.
Pemerintah juga telah menyiapkan bantuan hukum dan layanan kekonsuleran bagi mereka.
Lebih lanjut, Roy menegaskan bahwa pemerintah Indonesia telah menyampaikan keprihatinannya kepada pemerintah Amerika Serikat dan mendorong adanya solusi yang tidak merugikan mahasiswa Indonesia.
"Mahasiswa Indonesia di AS telah banyak berkontribusi bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Kami harap penyelesaian yang adil dapat segera ditemukan," ujarnya.