Banyak di antara mereka yang mendekati usia pensiun, sementara jumlah pengemudi muda yang memasuki profesi ini tidak cukup untuk menggantikan mereka yang pensiun.
Hal ini menyebabkan kekurangan pengemudi yang signifikan, terutama pada sektor logistik yang sangat bergantung pada transportasi darat.
Dampak dari krisis ini sudah mulai dirasakan oleh perusahaan-perusahaan logistik, yang menghadapi kesulitan dalam memenuhi permintaan pengiriman barang.
Beberapa perusahaan bahkan menunda pengiriman dan meningkatkan biaya operasional karena harus menawarkan insentif yang lebih besar untuk menarik dan mempertahankan pengemudi.
“Penuaan populasi merupakan tantangan besar bagi industri logistik di Jepang. Kami melihat penurunan jumlah pengemudi yang tersedia, sementara permintaan untuk layanan logistik terus meningkat,” kata Hiroshi Tanaka, Ketua Asosiasi Perusahaan Logistik Jepang.
“Jika tidak ada tindakan yang diambil, situasi ini bisa mengarah pada krisis yang lebih besar dalam beberapa tahun ke depan,” tambahnya.
Pemerintah Jepang telah berupaya untuk mengatasi permasalahan ini melalui berbagai inisiatif, termasuk program pelatihan dan sertifikasi yang lebih mudah diakses bagi pengemudi muda, serta peningkatan insentif finansial bagi mereka yang tertarik untuk memasuki industri ini.
Selain itu, ada upaya untuk menerima pengemudi dari Luar Jepang salah satunya dari Indonesia dalam mendukung operasi kendaraan transportasi mereka.
Ini adalah kesempatan emas bagi tenaga kerja terampil Indonesia untuk mengisi peluang tenaga kerja trampil khusus mengemudi di Jepang.
Pertemuan ini diakhiri dengan penyampaian rencana seminar di Shizuoka Bersama 56 perusahaan Logistik di prefektur Shizuoka sebagai bukti keseriusan Indonesia dalam menyediakan pengemudi siap pakai dan bersama terus menjalin kerjasama yang lebih erat di masa depan. (iwan)