Menurut The Nutrition Source dari Harvard, kebiasaan menonton TV di malam hari dikaitkan dengan peningkatan asupan kalori dan pola makan yang buruk.
Tayangan yang menarik sering kali memicu seseorang untuk ngemil, terutama makanan tidak sehat seperti camilan tinggi gula dan garam.
Mengonsumsi minuman berkafein, seperti kopi, pada malam hari dapat mengganggu kualitas tidur.
Penelitian yang dipublikasikan di Journal of Clinical Sleep Medicine menunjukkan bahwa kafein yang dikonsumsi hingga enam jam sebelum tidur masih bisa mengganggu tidur nyenyak.
Kurang tidur akibat konsumsi kafein tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan berat badan.
Menurut Harvard Health Publishing, kurang tidur meningkatkan kadar hormon ghrelin yang memicu rasa lapar, sehingga seseorang lebih mudah makan berlebihan.
Stres kronis dapat meningkatkan kadar kortisol atau hormon stres dalam tubuh.
Menurut tinjauan tahun 2018 yang dilakukan oleh N.R.W. Geike dan rekan-rekannya, kadar kortisol yang tinggi dapat memicu keinginan untuk mengonsumsi makanan tinggi kalori sebagai pelarian dari stres.
Stres yang berkepanjangan juga dapat menurunkan motivasi untuk berolahraga, memperburuk kualitas tidur, serta meningkatkan hormon lapar yang berujung pada penumpukan lemak di perut.
Kebiasaan merokok diketahui berbahaya bagi kesehatan secara keseluruhan, termasuk memengaruhi distribusi lemak tubuh.
Mengutip WebMD, semakin banyak seseorang merokok, semakin besar kemungkinan lemak terkonsentrasi di area perut dibandingkan di paha atau pinggul.
Kurangnya aktivitas fisik dapat memperlambat proses pembakaran kalori. Tubuh yang jarang bergerak akan lebih mudah menyimpan lemak, termasuk di area perut.
Disarankan untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang selama 30 menit setiap hari.
Meski berat badan tidak berubah signifikan, lingkar pinggang cenderung mengecil karena lemak berkurang dan otot bertambah.
Mengonsumsi alkohol secara berlebihan juga dapat memicu penumpukan lemak di perut.