VIRALNEWS.ID - Menko Polhukam, Mahfud Md, mengeluarkan permintaan resmi kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki temuan yang diungkapkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi dan Keuangan (PPATK) terkait transaksi janggal terkait Pemilu 2024.
Mahfud Md menekankan pentingnya mengungkap temuan tersebut kepada publik.
PPATK telah mengungkap transaksi bernilai ratusan miliar rupiah yang diduga terkait dengan penggalangan suara dalam Pemilu 2024. Mahfud Md, yang berada di Padang, Sumatera Barat, pada Minggu (17/12/2023), mengatakan, "Bawaslu harus menyelidiki itu dan mengungkap kepada publik."
Menurut Mahfud, uang sebesar itu yang bersifat janggal umumnya terlibat dalam pencucian uang. Dia juga meminta agar penerima dana politik yang tidak sah turut diperiksa secara menyeluruh.
"Kalau itu uang haram, biasanya melalui pencucian uang, tangkap, supaya diperiksa rekening yang dicurigai menerima dana politik secara tidak sah," ujar Mahfud.
Sebelumnya, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, telah mengungkapkan temuan transaksi janggal dalam masa kampanye Pemilu 2024. Transaksi ini bahkan bernilai triliunan rupiah.
"Kita masih menunggu, ini kan kita bicara triliunan, kita bicara angka yang sangat besar, kita bicara ribuan nama, kita bicara semua parpol kita lihat. Memang keinginan dari Komisi III menginginkan PPATK memotret semua dan ini kita lakukan. Sesuai dengan kewenangan kita," ungkap Ivan pada Kamis, 14 Desember 2023, di Jakarta Barat.
PPATK juga menyatakan adanya aliran dana kampanye yang berasal dari tambang ilegal, dan pendanaan kampanye dari penyalahgunaan fasilitas pinjaman Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Tengah.
"Sudah kita lihat, semua sudah diinformasikan ke KPU dan Bawaslu. Data sudah ada di mereka," ujar Ivan.
Komisioner KPU RI, Idham Holik, menegaskan bahwa surat dari PPATK berisi temuan transaksi mencurigakan mencapai triliunan rupiah dalam Pemilu 2024.
"Terkait transaksi ratusan miliar tersebut, bahkan transaksi tersebut bernilai lebih dari setengah triliun rupiah," beber Idham melalui pesan singkat. Temuan ini menunjukkan potensi penggunaan dana untuk penggalangan suara yang dapat merusak demokrasi Indonesia.