VIRALNEWS.ID - Dalam sebuah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penyelesaian pilpres 2024, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengungkapkan pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Arief menyinggung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye, yang menurutnya tidak sesuai dengan akal sehat dan etika yang sensitif.
Arief dengan tegas menyatakan bahwa langkah yang diambil Presiden Jokowi bertujuan untuk mendukung dinasti politik dan nepotisme yang sempit.
Dalam penjelasannya, Arief menyampaikan bahwa budaya hukum mencerminkan sikap, mentalitas, dan perilaku terhadap hukum, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi bagaimana sistem hukum diterima dalam masyarakat.
“Pembangunan hukum di negara kita telah mengalami kelemahan dalam aspek ini, bahkan cenderung diabaikan. Dampak dari pengabaian ini tercermin dalam proses pemilihan umum, terutama setelah perubahan sistem pemilu menjadi langsung,” ujar Arief di Gedung MK, Jakarta.
Arief menegaskan, meskipun sistem pemilihan langsung memungkinkan rakyat untuk menentukan pemimpinnya, namun kultur dan mental masyarakat belum siap menghadapi campur tangan yang intensif dari pemerintah dalam bentuk program sosial seperti bansos dan BLT masyarakat yang melibatkan politik pemerintah.
Pemilu 2024 menunjukkan perbedaan yang signifikan dari pemilu sebelumnya, dengan intervensi yang kuat dari cabang eksekutif yang mendukung calon tertentu dengan infrastruktur politiknya.
Arief menekankan bahwa gagasan bahwa presiden boleh berkampanye tidak dapat diterima oleh akal sehat dan etika yang sensitif.
“Desain politik hukum UU 7/2017 tentang Pemilu yang membolehkan presiden berkampanye seharusnya hanya berlaku ketika presiden mencalonkan diri kembali dalam pemilihan presiden kedua,” tambahnya.
Arief menyimpulkan bahwa presiden boleh berkampanye hanya jika ia mencalonkan dirinya kembali, bukan untuk mempromosikan calon presiden tertentu atau mendukungnya.