VIRALNEWS.ID - Sidang perdana untuk menangani 297 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2024 digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari Senin (29/4/2024). Sidang tersebut direncanakan akan berlangsung hingga 3 Mei 2024.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono, menyatakan bahwa sidang tersebut akan dilakukan secara bersamaan di tiga Ruang Sidang MK, yang berada di Gedung I dan II.
Selain itu, sidang sengketa Pemilihan Legislatif (Pileg) juga akan disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube resmi Mahkamah Konstitusi RI.
"Pada tanggal 23 April 2024, MK telah mendaftarkan 297 perkara PHPU anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota," kata Fajar dalam pernyataan tertulis yang dikutip pada hari Senin (29/4/2024).
Fajar menjelaskan bahwa proses pendaftaran telah dilakukan oleh MK dengan mencatat permohonan ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan memberikan Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) kepada para Pemohon pada tanggal 23 April 2024.
"Seiring dengan pendaftaran perkara, MK juga telah menerima permohonan dari pihak terkait pada tanggal 23-24 April 2024," ujarnya.
Menurut Fajar, dari total 297 perkara tersebut, jika dilihat berdasarkan partai politik, Partai Gerindra dan Partai Demokrat merupakan partai politik yang paling banyak mengajukan perkara, masing-masing 32 perkara.
Selanjutnya, jika dilihat dari segi provinsi, Papua Tengah menjadi provinsi dengan jumlah perkara PHPU Legislatif 2024 yang paling banyak, yakni sebanyak 26 perkara.
"Dari total 297 perkara, jika diuraikan berdasarkan jenis pengajuan, terdapat 285 perkara DPR/DPRD dan 12 perkara DPD. Dari 285 perkara DPR/DPRD tersebut, 171 diajukan oleh Partai Politik dan 114 diajukan oleh Pemohon Perseorangan," tambahnya.
Untuk perkara yang diajukan oleh pemohon perseorangan, terdapat 74 perkara PHPU DPRD Kabupaten/Kota, 28 perkara DPRD Provinsi, dan 12 perkara DPR RI.
Sementara itu, 12 perkara PHPU DPD Tahun 2024 meliputi 9 provinsi, yaitu Papua Tengah, Papua Selatan, dan Riau (masing-masing 2 perkara), serta Maluku, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara (masing-masing 1 perkara).