VIRALNEWS.ID - Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden yang mendampingi Prabowo Subianto telah menimbulkan perbedaan pendapat dengan elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Kali ini, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, telah mengungkapkan pengakuan yang berhubungan dengan "kartu truf" yang dipegang oleh para Ketua Umum partai politik.
PDIP baru-baru ini mengkritik keras proses pencalonan Gibran Rakabuming sebagai Calon Wakil Presiden yang mendampingi Prabowo Subianto.
Hasto Kristiyanto menyebut proses pencalonan Gibran sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan konstitusi dan rakyat Indonesia, yang dapat dianggap sebagai "political disobedience."
"Indonesia adalah negeri spiritual. Di sini, moralitas, nilai kebenaran, dan kesetiaan sangat diutamakan. Semua yang terjadi dalam proses pencalonan Gibran sebenarnya adalah perlawanan politik terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia," ungkap Hasto Kristiyanto dalam pernyataan tertulisnya pada Minggu (29/10).
Hasto juga menyentuh isu terkait penggunaan "kartu truf" yang dipegang oleh para Ketua Umum partai politik terkait pencalonan Gibran. Dalam politik, "kartu truf" sering digunakan sebagai metafora yang menunjukkan tindakan terakhir untuk menghentikan pergerakan seseorang.
"Semua ini dikombinasikan dengan upaya rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa Ketua Umum partai politik yang merasa memiliki 'kartu truf'. Ada yang mengatakan bahwa 'life time' saya hanya 'harian', dan ada pula yang mengungkapkan tekanan kuat terkait kekuasaan," jelasnya.
Hubungan antara PDIP dan Jokowi serta keluarganya telah merenggang setelah Gibran diumumkan sebagai Calon Wakil Presiden yang mendampingi Prabowo. PDIP merasa ditinggalkan oleh Jokowi setelah memberikan hak istimewa kepada presiden dan keluarganya.
"Kami sangat mencintai dan memberikan hak istimewa yang besar kepada Presiden Jokowi dan keluarganya, tetapi kami merasa ditinggalkan karena ada permintaan lain yang berpotensi melanggar prinsip-prinsip moral dan konstitusi. Awalnya, kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu terwujud," tambah Hasto.