VIRALNEWS.ID - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, memberikan penilaian terhadap bagian kedelapan UU Pemilu yang berkaitan dengan kampanye pemilu oleh Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara lainnya.
Menurutnya, pasal-pasal tersebut secara jelas mengatur hak presiden dan wakil presiden untuk berkampanye, terutama saat mereka menjadi pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Dalam keterangannya, Arief menjelaskan bahwa jika presiden atau wakil presiden turut serta dalam kampanye untuk calon yang didukungnya, hal ini akan melanggar prinsip moral dan etika yang seharusnya dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini sesuai dengan isi TAP MPR Nomor V/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
Arief juga menyoroti bahwa TAP MPR tersebut lahir sebagai respons terhadap kemunduran dalam etika kehidupan berbangsa yang telah menyebabkan krisis multidimensi.
Untuk memulihkannya, MPR membuat Rumusan Pokok-Pokok Etika Kehidupan Berbangsa sebagai pedoman bagi pemerintah dan rakyat Indonesia.
Pada bagian lain, Arief menyinggung tentang ketidaknetralan pemerintah dan dukungan terang-terangan terhadap pasangan calon tertentu dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 2024.
Menurutnya, hal ini berpotensi menyuburkan politik dinasti dan membahayakan nilai-nilai demokrasi di masa mendatang.
Oleh karena itu, Arief menegaskan bahwa dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024, MK seharusnya tidak hanya berhukum secara formal legalistik dogmatis.
Namun, perlu juga menerapkan pendekatan informal nonlegalistik yang progresif, solutif, dan substantif untuk menanggapi pelanggaran terhadap asas-asas pemilu yang mendasar. Asas-asas tersebut antara lain adalah pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Penekanan ini diharapkan dapat memastikan integritas dan keadilan dalam proses penyelesaian perselisihan hasil pemilu, serta menjaga keutuhan demokrasi di Indonesia.