Kelompok Radikal Tunggangi Isu Provokatif Tolak Hasil Pemilu
Sementara itu, Ketua Umum Perjuangan Rakyat Nusantara (Pernusa) KP Norman Hadinegoro, mengakui pesta demokrasi tahun ini tak sedramatis tahun 2019. Meski Pemilu 2024 telah usai, masih ada beberapa masalah-masalah kebangsaan yang perlu diantisipasi di tengah situasi politik nasional saat ini.
"Pemilu kali ini lebih baik dari 2019. Saya mengantisipasi, ini kapan selesainya? Saya saya yakin ini belum selesai. Ini akan terjadi demo berjilid-jilid, kenapa? Yang kalah itu tidak mau mengakui kekalahannya, kalau bisa pemilu ulang lagi," ujar Norman.
Dia menduga, masih ada beberapa aliran dari kelompok radikal yang menggunakan berbagai cara untuk melakukan manuver-manuver politik secara provokatif yang mengarahkan adanya persepsi mosi tidak percaya terhadap lembaga penyelenggara pemilu. Termasuk menolak hasil Pemilu.
"Aliran radikal bermain sekarang bermain dengan berbagai macam cara. Silahkan saja bermain asal jangan anarkis. Jadi mereka ini arahnya sudah tidak percaya lagi dengan Bawaslu dan KPU, ya begitulah watak-watak dari aliran radikal. Arahnya turunkan Presiden Jokowi, ini terjadi. Nah tapi pemilu sekarang ini agak mendingan dibanding 2019. 2019 sadis banget," jelas dia.
Menurutnya, untuk mengantisapsi hal tersebut maka yang harus dilakukan yakni dengan memperkuat penegakan hukum secara profesional berdasarkan regulasi yang berlaku. "(Langkah hukum yang seharusnya) penegakan hukum. Satu-satunya jalan, penegakan hukum, kita berdasarkan UU yang ada. Harapan saya insya Allah tidak ada gelojak, negara kita cepat akan maju. Kita ingin membangun masyarakat Pancasila, kita punya peradaban yang tinggi. Saya berharap bangsa ini damai," katanya.
"(Politik yang harusnya dibangun) politik kebangsaan. Politik berdasarkan tata nilai Pancasila. Mohon maaf, kita tidak mengenal yang namanya oposisi, kita mengenal yang namanya di luar pemerintahan. Demokrasi enggak seperti itu, musyawafah mencapai mufakat," sebutnya.
Sudah selayaknya gunakan jalur konstitusi
Ditempat yang sama, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, mengapresiasi kepada para kandidat pemilu yang mengedepakan jalur konstitusi dalam menghadapi perkara dan sengketa pada pemilu 2024. Menurutnya, jalur konstitusi tersebut sudah selayaknya digunakan sehingga dapat meminimalisir adanya manuver-manuver politik di luar jalur hukum.
Baca Juga: Menang Top Brand Award 2024, Simak Keunggulan Refrigerator POLYTRON Belleza Series
"Bagaimanapun PDI Perjuangan yang mengusung calon nomor tiga akan menggugat ke MK, artinya jalur konstitusi tetap dikedepankan. Kemudian juga kelompok Amin, tinggal bagaimana publik kita ini bisa menilai, mencerna kalau memang bukti-bukti dan secara konstitusi bisa digugat. Ruang di luar pemerintahan itu juga harus tetap berjalan," kata Hari.
Hari menyatakan, Indonesia adalah negara yang menganut sistem presidensial dan bukan parlementer. Di sisi lain yang menjadi kekuatan hukum tetap seperti MK, apapun hasilnya semua pihak harus menerima dengan lapang dada.
"Artinya tetap menjaga kalau memang itu diamanatkan, diputuskan secara konstitusi bahkan ketika itu digugat ke MK dan kalah, ya kita harus terima. Jadi tidak adalagi yang berjilid-jilid, selesai," katanya.
Artikel Terkait
Prabowo Bertemu Gibran di Kartanegara, Ini yang Dibahas
Pemungutan Suara Ulang, Susulan, dan Lanjutan di 38 Provinsi: KPU RI Catat 982 TPS
Survei LSI : 38,1 Persen Pemilih Anies-Muhaimin Setuju Pemilu 2024 Diwarnai Kecurangan
Menurut LSI : 31,4 Persen Responden Menyatakan Pemilu 2024 Curang
75,2 Persen Masyarakat Indonesia Percaya Real Count Pilpres 2024